Halaman

Jumat, 09 April 2010

Kerusakan Otak Akibat Pornografi

Jakarta, AE.- Penikmat pornografi bisa jadi mendapat kesenangan ketika menonton tayangan tersebut.
Namun, siapa sangka jika kecanduan mengonsumsi tayangan pornografi berbuah terhadap kerusakan otak. Ahli bedah saraf dari San Antonio AS kemarin membeber kerusakan otak karena berbagai kecanduan (adiktif). Hal itu diungkapkan ketika acara diskusi memahami dahsyatnya kerusakan otak akibat kecanduan pornografi dan narkoba dari tinjauan kesehatan di Departemen Kesehatan (Depkes), kemarin.


Donald Hilton Jr MD, pakar neuro science dari metodist speciality and transplant hospital San Antonio AS mengatakan, sejatinya semua kecanduan (adiktif) berpengaruh terhadap kerusakan otak. Seperti, kecanduan makanan (obesitas), judi, narkoba, maupun pornografi. Hanya saja, tingkat kerusakan otak akibat kecanduan pornografi dinilai paling tinggi. Jika hal itu dibiarkan, maka bisa mengakibatkan penyusutan (pengecilan) otak. Ujung-ujungnya terjadi kerusakan otak. Permanen dan tidaknya kerusakan itu bergantung intervensi medis yang dilakukan.

Hilton mengatakan, penyusutan otak bisa berangsur-angsur kembali normal asalkan dilakukan pengobatan secara intens. Paling tidak dibutuhkan waktu sekitar 1,5 tahun. Sebab, pada dasarnya otak terus mengalami regenerasi jaringan. ''Dengan demikian, otak yang mengecil itu dapat kembali lagi. Namun, cepat atau lambatnya pemulihan itu bergantung kasus kecanduan yang diderita,'' ujarnya. Termasuk, bergantung intensnya intervensi yang dilakukan. Kerusakan otak akibat kecanduan makanan (obesitas) maupun drugs cenderung lebih mudah diatasi ketimbang pornografi.

Menurutnya, ada perbedaan antara otak yang sudah kecanduan terhadap sesuatu dan tidak. Otak yang sudah terlanjur kecanduan memiliki mekanisme kontrol terhadap perangsang (adiktif, red) dengan mudah. Sebaliknya, otak yang belum kecanduan masih memiliki kontrol yang besar untuk mencegah perintah agar tidak kecanduan. ''Sehingga, masih bisa distop,'' cetusnya.

Hasil penelitian yang dilakukan Hilton bersama istrinya menyebut, dari semua kasus kecanduan, pornografi adalah salah satu yang tersulit. Bahkan, melebihi kecanduan obat. Menurutnya, mayoritas anak-anak maupun remaja mengonsumsi tayangan pornografi dari internet. Lantaran masukan itu hanya datang satu arah atau tanpa melalui diskusi maupun saringan dari orang tua, maka anak cenderung menerima informasi itu secara mentah. Di AS, 10 persen anak muda laki-laki dan perempuan mengakses situs pornografi. Kendati demikian, Hilton optimistis ada upaya yang bisa dilakukan untuk mengontrol kecanduan pornografi. Yakni, dengan mengenali kasus yang dialami anak, melakukan pengobatan maupun perawatan intensif.

Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Yayasan Kita dan Buah Hati menyebut dari 1.625 siswa kelas 4-6 SD di Jabodetabek, 66 persen diantaranya pernah menyaksikan tayangan pornografi lewat berbagai media. Sebanyak 24 persen dengan membaca komik, 18 persen melalui games, 16 persen lewat situs porno, 14 persen melalui film, VCD dan DVD 10 persen, handphone 8 persen, dan majalah maupun koran 4-6 persen.

Ada beragam alasan yang diutarakan mereka. Sebanyak 27 persen responden menyatakan iseng, ikutan teman 10 persen, takut dibilang kuper 4 persen. Sementara itu, sebanyak 36 persen anak menyaksikan tayangan pornografi di rumah, warnet 18 persen, di rumah teman 12 persen, dan di rental 3 persen. Ketua Pelaksana Yayasan Kita dan Buah Hati Elly Risman mengatakan, data WHO menunjukan tiap tahun ada 15 juta remaja mengalami kehamilan dan 60 persen berusaha mengakhirnya. Ini disebabkan, sejak belia mereka sudah terpapar pornografi. ''Salah satu solusi penting adalah peran ayah. Orang tua harus kembali ke anaknya,'' cetus Elly

Kepala Pusat Pemeliharaan dan Peningkatan Kesehatan Intelegensia Depkes Jofizal Janis mengatakan, penangulangan yang akan dilakukan tak hanya menerapkan rehabilitasi sosial, melainkan rehabilitasi struktural. Karena itu, dibutuhkan kerjasama lintas sektor untuk mengatasi persoalan itu. Untuk itulah, Depkes mengundang Depdiknas, Dinsos, maupun Depkominfo untuk mengatasi bahaya pornografi terhadap anak-anak. ''Jika tak segera dilakukan, kita akan kehilangan generasi,'' ujarnya. (kit)


sumber : http://www.ambonekspres.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar